- PENGERTIAN IJAZ QURAN DAN MUKJIZAT
- Pengertian i’jaz menurut bahasa:
Kata I’jaz adalah
isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-i’jazan yang mempunyai arti
“ketidakberdayaan atau keluputan” (naqid al-hazm). Kata i’jaz
juga berarti “terwujudnya ketidakmampuan”, seperti dalam contoh:
a’jaztu zaidan “aku mendapati Zaid tidak mampu".
- Pengertian i’jaz secara istilah:
- Penampakan kebenaran pengklaiman kerasulan nabi Muhammad SAW dalam ketidakmampuan orang Arab untu menandingi mukjizat nabi yang abadi, yaitu al-Quran.
- Perbuatan seseorang pengklaim bahwa ia menjalankan fungsi ilahiyah dengan cara melanggar ketentuan hukum alam dan membuat orang lain tidak mampu melakukannya dan bersaksi akan kebenaran klaimnya. - Pengertian mukjizat:
Mukjizat adalah
Sebuah perkara luar biasa (khoriqun lil ‘adah) yang disertai
tantangan (untuk menirunya), yang Selamat dari pengingkaran, dan
muncul pada diri seorang yang mengaku nabi menguatkan /menyesuaikan
dakwahnya.
Catatan :
Catatan :
Dari pengertian
mukjizat di atas, maka ada beberapa syarat disebut mukjizat,yaitu :
1)
Hal yang di luar kebiasaan : seperti tongkat berubah ular,
menghidupkan orang mati, dll.
2)
Disertai Tantangan : untuk meniru, agar mereka yang ditantang merasa
'tidak mampu' untuk kemudian mengakui bahwa itu dari Allah SWT.
3)
Selamat dari pengingkaran : artinya tantangan itu berupa sebuah
tantangan yang layak bukan sesuatu yang tidak masuk akal. Misalnya
: tantangan membuat Al-Quran untuk orang Arab yg berbahasa Arab,
bukan untuk orang Jawa.
4) Muncul dari Nabi
: untuk menguatkan risalah kenabiannya, jika bukan dari nabi biasa
disebut dengan Karomah.
Dalam pengertian yang
yang lain diuraikan di atas, dapatlah diketahui bahwa tujuan i’jazul
Qur’an itu banyak, di antaranya yaitu :
1) Membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw yang membawa mukjizat kitab
Al-Qur’an itu adalah benar-benar seorang Nabi dan Rasul Allah.
Beliau diutus untuk menyampaikan ajaran-ajaran Allah SWT kepada umat
manusia dan untuk mencanangkan tantangan supaya menandingi al-Qur’an
kepada mereka yang ingkar.
2) Membuktikan bahwa kitab al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu
Allah SWT, bukan buatan malaikat Jibril dan bukan tulisan Nabi
Muhammad saw. Sebab pada kenyataannya mereka tidak bisa membuat
tandingan seperti al-Qur’an sehingga jelaslah bahwa al-Qur’an itu
bukan buatan manusia.
3) Menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghahnya bahasa manusia,
karena terbukti pakar-pakar pujangga sastra dan seni bahasa Arab
tidak ada yang mampu mendatangkan kitab tandingan yang sama seperti
al-Qur’an, yang telah ditantangkan kepada mereka dalam berbagai
tingkat dan bagian al-Qur’an.
4) Menunjukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia yang
tidak sebanding dengan keangkuhan dan kesombongannya. Mereka ingkar
tidak mau beriman dan sombong tidak mau menerima kitab suci itu.
B. Pengertian Mukjizat
Mukjizat secara etimologi diderivasi dari kata I’jaz yang berarti
lemah atau tidak mampu. I’jaz merupakan mashdar (abstract noun)
dari kata a’jaza yang berarti berbeda dan mengungguli. Mukjizat
dalam istilah (terma) para ulama adalah suatu hal yang luar biasa
yang disertai tantangan dan tidak dapat ditandingi.
Dengan makna yang sama, Quraish Shihab menjabarkan
mukjizat sebagai istilah yang terambil dari kata أعجز
yang berarti melemahkan atau
menjadikan tidak mampu. Pelakunya yang melemahkan disebut mu’jiz
dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga
mampu membungkam lawan, maka ia dinamakan معجزة.
Tambahan ta’ marbuthah (ة)
pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlatif). Menurut
Subhi al Shalih dan Muhammad Ali Ash Shabuni, I’jaz berarti lemah
atau tidak mampu kepada yang lain. Ahmad von Denffer
mengartikan I’jaz sebagai “yang melemahkan, yang meniadakan
kekuatan, yang tak tertirukan, yang mustahil”.
Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama Islam, antara lain sebagai
suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang
mengaku Nabi, sebagai bukti kenabiannya sebagai tantangan bagi orang
ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, tetapi tidak
melayani tantangan itu.
Dengan redaksi yang berbeda, mukjizat didefinisikan pula
sebagai suatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah SWT. Melalui
para Nabi dan Rasul-Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan
kenabian dan kerasulannya. Manna’ Al-Qhathan mendefinisikan:
أَمْرُ
خَارِقٌ لِلْعَادَةِ مَقْرُوْنٌ
بِالتَّحَدِّيْ سَالِمٌ عَنِ اْلمُعَارَضَةِ.
Artinya:
“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.”
“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.”
- Macam-macam Mukjizat
Secara umum mukjizat dapat digolongkan menjadi dua klasifikasi,
yaitu:
- Mu’jizat Indrawi (Hissiyyah)
Mukjizat jenis ini muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya
kesaktian seorang nabi. Secara umum dapat diambil contoh adalah
mukjizat nabi Musa dapat membelah lautan, mukjizat nabi Daud dapat
melunakkan besi serta mukjizat nabi-nabi dari bani Israil yang lain.
Imam Jalaludin as-Suyuthi, beliau berpendapat bahwa kebanyakan
mukjizat yang ditanpakkan Allah pada diri para nabi yang diutus
kepada bani Israil adalah mukjizat jenis fisik
b) Mukjizat Rasional (‘aqliyah)
Mukjizat ini tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak ditopang
oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam kasus al-Quran
sebagai mukjizat nabi Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari segi
keajaiban ilmiah yang rasional dan oleh karena itulah mukjizat
al-Quran ini bisa abadi sampai hari Qiamat. Oleh karena itu al-Quran
dalam meukjizat rasional, sisi i’jaznya hanya bisa diketahui dengan
kemampuan intelektual, lain halnya dengan mukjizat fisik yang bisa
diketahui dengan instrument indrawi. Meskipun al-Quran
diklasifikasian sebagai mukjizat rasional ini tidak serta merta
menafikan mukjizat-mukjizat fisik yang telah dianugrahkan Allah
kepadanya utnuk memperkuat dakwahnya.
Dalam sebuah buku yang berjudul ”Al-I’jaz
Qur’any fi Wujuhil Muktasyifah”,
macam-macam i’jaz Al-Qur’an yan terungkap antara lain: i’jaz
balaghi (berita mengenai hal ghaib), i’jaz tasyri’
(perundang-undangan), i’jaz ilmi, i’jaz lughawi (keindahan
redaksi Al-Qur’an), i’jaz thibby (kedokteran), i’jaz falaky
(astronomi), i’jaz adady (jumlah), i’jaz i’lami (informasi),
i’jaz thabi’i (fisika) dan lain sebagainya. Karena
banyaknya berbagai macam i’jaz Al-Qur’an, maka dalam hal ini akan
diuraikan beberapa bagian dari macam-macam i’jaz Al-Qur’an yang
disebut dalam buku ”Al-I’jazal Qur’any fi wujuhil Muktasyifah”,
antara lain:
- I’jaz Balaghy (berita tentang hal-hal yang ghaib)
Sebagian ulama’ mengatakan bahwa mukjizat Al-Qur’an adalah berita
ghaib, contohnya adalah Fir’aun yang mengejar Nabi Musa as, hal ini
diceritakan dalam QS. Yunus: 92,Artinya:”Maka pada hari ini Kami
selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia
lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami” .Berita-berita ghaib yang
terdapat pada wahyu Allah SWT yakni Taurat, Injil, dan Al-Qur’an
merupakan mukjizat. Berita ghaib dalam wahyu Allah SWT itu membuat
manusia takjub, karena akal manusia tidak mampu mencapai hal-hal
tersebut.
- I’jaz Lughawy (keindahan redaksi Al-Qur’an)
Menurut Shihab (dalam Rosihon Anwar, 2000:34) memandang segi-segi
kemukjizatan Al-Qur’an dalam 3 aspek, di antaranya aspek keindahan
dan ketelitian redaksinya. Dalam Al-Qur’an dijumpai sekian banyak
contoh keseimbangan yang serasi antara kata-kata yang digunakan,
yaitu:
a. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dan antonimnya.
b. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau
makna yang dikandungnya.
c.Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah yang
menunjukkan akibatnya.
3) I’jaz ’Ilmi
Di dalam Al-Qur’an, Allah mengumpulkan beberapa macam ilmu, di
antaranya ilmu falak, ilmu hewan. Semuanya itu menimbulkan rasa
takjub. Beginilah i’jaz Al-Qur’an ilmi itu betul-betul mendorong
kaum muslimin untuk berfikir dan membukakan pintu-pintu ilmu
pengetahuan.
Menurut Quraish Shihab, banyak sekali
isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Qur’an, misalnya: Cahaya
matahari bersumber dari dirinya sendiri dan cahaya bulan merupakan
pantulan, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat
5. Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan nafas.
Hal itu diisyaratkan dalam firman Allah: ”Barangsiapa yang Allah
kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan
dada orang itu untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya
sesak lagi sempit, seolah-olah dia sedang mendaki ke langit.” (QS.
Al-An’am: 125) .
- I’jaz Tasyri’i
Al-Qur’an menetapkan peraturan pemerintah Islam, yakni pemerintah
yang berdasarkan musyawarah dan persamaan serta mencegah kekuasaan
pribadi. Firman Allah SWT: ”Dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu” (QS. Ali Imron: 159). Di dalam pemerintahan
Islam, tasyri’i itu tidak boleh ditinggalkan. Al-Qur’an telah
menetapkan bila keluar dari tasyri’ Islam itu hukumnya kafir,
dzalim, dan fasik. Firman Allah SWT: ”Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka ini adalah
orang-orang kafir” (QS. Al-Maidah: 44). Al-Qur’an menetapkan
perkara yang sangat dibutuhkan oleh manusia, yakni agama, jiwa, akal,
nasab (keturunan) dan harta benda.
- I’jaz ’Adady (Jumlah)
I’jaz ’adady merupakan rahasia angka-angka dalam Al-Qur’an.
Seperti dikatakan ”sa’ah” disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak
24 kali, sama dengan jumlah jam dalam sehari semalam. Selain itu
Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada tujuh. Penjelasan ini
diulangi sebanyak tujuh kali pula dalam surat Al-Baqoroh: 29, surat
Al-Isra’: 44, surat Al-Mukminun: 86, surat Fushshilat: 12, surat
Ath-Thalaq: 12, surat Al-Mulk: 3, dan surat Nuh: 15.
Adapula kata-kata yang menunjukkan utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir (pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini sama dengan penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita yakni 518 kali.
Adapula kata-kata yang menunjukkan utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir (pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini sama dengan penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita yakni 518 kali.
- Segi-segi kemu’jizatan Al-qur’an
Ada beberapa hal ditinjau dari segi-segi kemu’jizatan
al-quran,diantara nya:
a. Segi bahasa dan susunan
redaksinya
Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya
al-Quran telah mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa
satu pun yang ada didunia ini, baik sebelum dan sesudah mereka dalam
bidang kefashihan bahasa (balaghah). Mereka juga telah meramba jalan
yang belum pernah diinjak orang lain dalam kesempurnaan menyampaikan
penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun kata-kata, serta
kelancaran logika.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa setiap perbuatan
yang tidak mampu oleh seorang pun, sementara sarana-sarana yang
diperlukan secara berlimpah, sedang motivasi juga kuat, maka itu
menandakan adanya ketidak mampuan dikerjakannya pekerjaan itu. Dan
apabila hal itu telah terbukti, serta kita tahu bangsa Arab telah
ditantang al-Quran namun tak mampu menjawabnya, meskipun mereka
sangat ingin melakukannya dan memilki sarana yang kuat untuk itu.
Kita bisa mengetahui bahwa tantangan itu merupakan tantangan yang
tidak mampu mereka layani.
Selanjutnya apabila ketidakmampuan bangsa Arab
telah terbukti sedangkan mereka jago dalam bidang bahasa dan sastra,
maka terbukti pulalah kemukjizatan al-Quran dalam segi bahasa dan
sastra dan itu merupakan argumenatasi terhadap mereka maupun terhadap
kaum-kaum selain mereka. Berkaitan dengan masalah pembuktian
akan ketidak mampuan bangsa Arab untuk menyainngi al-Quran para ulama
banyak memberikan komentar yang mengisyaratkan adanya perbedaan
tentang ihwal ketidakmampuan itu bias terjadi.
b. Segi isyarat ilmiah
Pemaknaan kemukjizatan al-Quran dalam segi ilmiyyah adalah dorongan
serta stimulasi al-Quran kepada manusia untuk selalu berfikir keras
atas dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya.
Al-Quran memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pemikiran
ilmu pengetahuan, sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab
agama lainnya yang malah cenderung restriktif. Pada akhirnya teori
ilmu pengetahuan yang telah lulus uji kebenaran ilmiahnya akan selalu
koheheren dengan al-Quran. Al-Quran dalam mengemukakan dalil-dalil,
argument serta penjelasan ayat-ayat ilmiah, menyebutkan
isyarat-isyarat ilmiah yang sebagaiannya baru terungkap pada zaman
atom, planet dan penaklukan angkasa luar sekarang ini.
c. Segi pemberitaan yang ghaib
Surat-surat dalam al-Quran mencakup banyak berita tentang hal ghaib.
Kapabilitas al-Quran dalam memberikan informasi-informasi tentang
hal-hal yang ghaib seakan menjadi prasyarat utama penopang
eksistensinya sebgai kitab mukjizat. Akan tetapi pemberian informasi
akan segala hal yang ghaib tidak memonopoli seuruh aspek kemukjizatan
al-Quran itu sendiri. Contohnya adalah:Keghaiban masa lampau.
Al-Quran sangat jelas dan fasih seklai dalam menjelaskan cerita masa
lalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya
cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang tidak
terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah: Kisah nabi Musa:
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” mereka
berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?”[62]
Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi
salah seorang dari orang-orang yang jahil”.(QS. Al-baqarah: 67)
Kisah Fir’aun : 4. Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat
sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah
belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak
laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka.
Sesungguhnya Fir’aun Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.
(QS. Al-Qoshosh: 4) .
- Segi petunjuk penetapan hukum syara’
Al-Quran adalah wahyu Allah, yang terkandung
didalamnya syari’at paling ideal bagi umat manusia, undang-undang
yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa al-Quran utnuk mengatur
kehidupan manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Contohnya : Keadilan. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan
Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
(QS. An-nahl: 90)
Dengan makna yang sama, Quraish Shihab menjabarkan mukjizat sebagai
istilah yang terambil dari kata أعجز
yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu.
Pelakunya yang melemahkan disebut mu’jiz dan bila kemampuannya
melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan,
maka ia dinamakan معجزة.
Tambahan ta’ marbuthah (ة)
pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlatif). Menurut
Subhi al Shalih dan Muhammad Ali Ash Shabuni, I’jaz berarti lemah
atau tidak mampu kepada yang lain. Ahmad von Denffer mengartikan
I’jaz sebagai “yang melemahkan, yang meniadakan kekuatan, yang
tak tertirukan, yang mustahil”.
Sebagaimana telah disebut pada pendahuluan, terma mukjizat biasanya
ditemukan dalam kisah para nabi sebagai sebuah anugerah yang
diberikan oleh Allah SWT kepada mereka untuk membuktikan kenabiannya
dan mengalahkan para pengingkarnya. Biasanya anugerah itu menyangkut
peristiwa yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh orang lain di masa
itu. Oleh sebab itu sangat umum dikenal pengertian mukjizat
sebagaimana didefinisikan Manna’ al Qaththan dengan;
والمعجزة: أمر خارق للعادة مقرون بالتحدي سالم عن المعارضة
Mukjizat: Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, serta tidak akan dapat ditandingi,
atau defenisi dari Quraish Shihab:
“Suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu”
Mukjizat sebagai kejadian luar biasa tidak dapat terjadi pada sembarang orang. Secara historis, mukjizat selalu menemukan momentnya sendiri berdasarkan kehendak Allah SWT. Quraish Shihab mengemukakan beberapa unsur yang menyertai mukjizat, yaitu:
1.Hal atau peristiwa yang luar biasa;
2.terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi;
3.mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian;
والمعجزة: أمر خارق للعادة مقرون بالتحدي سالم عن المعارضة
Mukjizat: Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, serta tidak akan dapat ditandingi,
atau defenisi dari Quraish Shihab:
“Suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu”
Mukjizat sebagai kejadian luar biasa tidak dapat terjadi pada sembarang orang. Secara historis, mukjizat selalu menemukan momentnya sendiri berdasarkan kehendak Allah SWT. Quraish Shihab mengemukakan beberapa unsur yang menyertai mukjizat, yaitu:
1.Hal atau peristiwa yang luar biasa;
2.terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi;
3.mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian;
4.tantangan
itu tidak mampu atau gagal dilayani.
- Macam-Macam Mukjizat
Secara umum mukjizat dapat digolongkan menjadi dua klasifikasi,
yaitu:
Mu’jizat Indrawi (Hissiyyah)
Mukjizat jenis ini diderivasikan pada kekuatan yang muncul dari segi
fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian seorang nabi. Secara umum
dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat membelah lautan,
mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat nabi-nabi
dari bani Israil yang lain. Bahkan secara umum bila melihat komentar
Imam Jalaludin as-Suyuthi, dimana beliau berpendapat bahwa kebanyakan
maukjizat yang ditanpakkan Allah pada diri para nabi yang diutus
kepada bani Israil adalah mukjizat jenis fisik. Beliau menambahkan
hal itu dikarenakan atas lemah dan keterbelakangan tingkat
intelegensi bani Israil.[5]
Mukjizat Rasional (‘aqliyah)
Mukjizat ini tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak ditopang
oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam kasus al-Quran
sebagai mukjizat nabi Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari segi
keajaiban ilmiah yang rasional dan oleh karena itulah mukjizat
al-Quran ini bias abadi sampai hari Qiamat. Jalaludin as-Suyuthi
kembali berkomentar, bahwa sebab yang melatarbelakangi diberikannya
mukjizat rasional atas umat nabi Muhammad adalah keberadaan mereka
yang sudah relative matang dibidang intelektual. Beliau menambahkan,
oleh karena itu al-Quran adalam meukjizat rasional, maka sisi
i’jaznya hanya bias diketahui dengan kemampuan intelektual, lain
halnya dengan mukjizat fisik yang bias diketahui dengan instrument
indrawi. Meskipun al-Quran diklasifikasian sebagai mukjizat rasional
ini tidak serta merta menafikan mukjizat-mukjizat fisik yang telah
dianugrahkan Allah kepadanya utnuk memperkuat dakwahnya.
Segi-segi kemukjizatan al-Quran
1. Segi bahasa dan susunan redaksinya
Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya
al-Quran telah mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa
satu pun yang ada didunia ini, baik sebelum dan seudah mereka dalam
bidang kefashihan bahasa (balaghah). Mereka juga telah meramba jalan
yang belum pernah diinjak orang lain dalam kesempurnaan menyampaikan
penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun kata-kata, serta
kelancaran logika.
Oleh karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam
bahasa dan seni sastra, karena sebab itulah al-Quran menantang
mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak bias
dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuaisi, syi’ir atau
prosa (natsar), memberikan penjelasan dalam langgam sastra yang tidak
sampai oleh selain mereka. Namun walaupun begitu mereka tetap dalam
ketidakberdayaan ketika dihadapkan dengan al-Quran.
Dari sini bias disimpulkan bahwa setiap perbuatan yang tidak mampu
oleh seorang pun, sementara sarana-sarana yang diperlukan secara
berlimpah, sedang motivasi juga kuat, maka itu menandakan adanya
ketidak mampuan dikerjakannya pekerjaan itu. Dan apabila hal itu
telah terbukti, serta kita tahu bangsa Arab telah ditantang al-Quran
namun tak mampu menjawabnya, meskipun mereka sangat ingin
melakukannya dan memilki sarana yangkuat untuk itu. Maka tahulah kita
bahwa tantangan itu merupakan tantangan yang tidak mampu mereka
layani.
Selanjutnya apabila ketidakmampuan bangsa Arab telah terbukti
sedangkan mereka jago dalam bidang bahasa dan sastra, maka terbukti
pulalah kemukjizatan al-Quran dalam segi bahasa dan sastra dan itu
merupakan argumenatasi terhadap mereka maupun terhadap kaum-kaum
selain mereka. Sebab dipahami bahwa apabila sebuah pekerjaan tidak
bias dilakukan oleh mereka yang ahli dalam bidangnya tentunya semakin
jauh lagi kemustahilan itu bias dilakukan oleh mereka yang tidak ahli
dibidangnya.
Berkaitan dengan masalah pembuktian akan ketidak mampuan bangsa Arab
untuk menyainngi al-Quran para ulama banyak memberikan komentar yang
mengisyaratkan adanya perbedaan tentang ihwal ketidakmampuan itu bias
terjadi. Secara umum pendapat ulama dalam masalah sebab terjadinya
fenomena ketidakmampuan orang Arab untuk menandingi al-Quran ada dua
pendapat, yaitu:
- Muncul dari factor i’jaz yang terkait dan inheren dalam al-Quran
- Muncul dari luar al-Quran dengan adanya kesengajaan Allah untuk melemahkan orang Arab secara intelektual (sharfah)
2. Segi isyarat ilmiah
Pemaknaan kemukjizatan al-Quran dalam segi ilmiyyah adalah dorongan
serta stimulasi al-Quran kepada manusia untuk selalu berfikir keras
atas dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya.
Al-Quran memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pergulan
pemikiran ilmu pengetahuan sebagaimana halnya tidak ditemukan pada
kitab-kitab agama lainnya yang malah cenderung restriktif. Pada
khirnya teori ilmu pengetahuan yang telah lulus uji kebenaran
ilmiahnya akan selalu koheheren dengan al-Quran. Al-Quran dalam
mengemukakan dalil-dalil, argument serta penjelasan ayat-ayat ilmiah,
menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang sebagaiannya baru terungkap
pada zaman atom, planet dan penaklukan angkasa luar sekarang ini.
Diantaranya adalah :
- “Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya’: 30). Dalam ayat ini terdapat isyarat ilmiah tentang sejarah tata surya dan asal mulanya yang padu, kemudian terpisah-pisahnya benda-benda langit (planet-planet), sebagian dari yang lain secara gradual. Begitu juga di dalamnya terdapat isyarat tentang asal-usul kehidupan yaitu dari air.
- “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS. Al-Hijr: 22) ayat ini meberikan isyarat tentang peran angin dalam turunnya hujan begitu juga tentang pembuahan serbuk bunga tumbuh-tumbuhan.
- “Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam Keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka,” (QS. Al-Zalzalah: 6) adanyan pemeliharaan dan pengabadian segala macam perbuatan manusia di dunia. Dan jika ini dapat dilakukan manusia, maka pastilah itu jauh lebih mudah bagi Allah
- “Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.” (QS. Al-Qiyamah: 4) dianatara kepelikan penciptaan manusia adalah sidik jarinya. Ayat ini menyebtkan kenyataan ilmiah bahwa tidak ada jari-jari tangan seorang manusia yang bersidik jari yang sama dengan manusia yang lainnya
3. Segi pemberitaan yang ghaib
Surat-surat dalam al-Quran mencakup banyak berita tentang hal ghaib.
Kapabilitas al-Quran dalam memberikan informasi-informasi tentang
hal-hal yang ghaib seakan menjadi prasyarat utama penopang
eksistensinya sebgai kitab mukjizat. Akan tetapi pemberian informasi
akan segala hal yang ghaib tidak memonopoli seuruh aspek kemukjizatan
al-Quran itu sendiri. Diantara contohnya adalah:
- Keghaiban masa lampau. Al-Quran sangat jelas dan fasih seklai dalam menjelaskan cerita masa lalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang tidak terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah: Kisah nabi Musa: Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?”[62] Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”.(QS. Al-baqarah: 67) Kisah Fir’aun : 4. Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka[1111]. Sesungguhnya Fir’aun Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qoshosh: 4)
- Keghaiban masa sekarang. Terbukanya niat busuk orang munafik di masa rasulullah. 204. Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.(QS. Al-Baqoroh: 204)
- Keghaiban masa yang akan dating. Ghulibatir ruum. Fii adnal ‘ardhii wahum min ba’di ghalibiin sayaghlibun fi bid’i sinin (QS. Ar-Rum 2-4)
4. Segi petunjuk penetapan hokum syara’
Diantara hal-hal yang mencengangkan akal dan tak mungkin dicari
penyebabnya selain bahwa al-Quran adalah wahyu Allah, adalah
terkandungnya syari’at paling ideal bagi umat manusia,
undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa al-Quran
utnuk mengatur kehidupan amanusia yang mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia. Antara lain contohnya :
- Keadilan. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. An-nahl: 90)
- Mencegah pertumpahan darah. “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya[412]. Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu[413] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”
- Pertahanan untuk menghancurkan fitnah dan agresi. “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah: 193)
- Bentuk-Bentuk I’Jaz Al-Quran
Ijaz al-Qur’an dalam melemahkan manusia untuk mendatangkan sepadan
dengan al-Qur’an terdiri dari aspek lafziah (morfologis),
maknawiyah (semantik) dan ruhiyah (psikologis), semuanya bersandarkan
(interchangeable) dan bersatu, sehingga melemahkan manusia untuk
menandinginya.
Ijaz al-Quran bersifat zaty (essensial), bukan bersifat relatif
(idhafy) dan bukan karena sesuatu yang keluar darinya dan juga
bersifat universal sesuai dengan universalitas al-Qur’an.
Berikut ini bentuk-bentuk Ijaz al-Qur’an yang telah dapat dicapai
oleh akal manusia dan telah diungkapkan para ulama, yaitu :
- Keharmonisan uslub bahasanya, keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya, maknanya, hukumnya dan teorinya.
Betapa menakjubkan rangkaian al-Qur’an dan betapa indah susunannya.
Tidak ada kontradiksi dan perbedaan di dalamnya, padahal al-Qur’an
membeberkan banyak segi yang dikandungnya, seperti kisah dan nasehat,
argumentasi, hikmah dan hukum, tuntutan dan peringatan, janji dan
ancaman, kabar gembira dan berita duka serta akhlak mulia dan
sebagainya.
Abdurrazaq Nawfal dalam al-Ijaz al-Adaby li
al-Qur’an al-Karim mengemukakan tentang keharmonisan dan
keseimbangan ushlub bahasa al-Qur’an sebagai berikut:
2. Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya, seperti :
- Al-hayah (hidup) dan al-mawt (mati) masing-masing
sebanyak 145 kali.
- Al-Naf’u (manfaat) dan
al-madharrah (madarat) masing-masing sebanyak 50 kali.
- Al-har (panas) dan al-bard (dingin) masing-masing sebanyak 4
kali.
- Al-rahbah (takut) dan al-raghbah (harap) masing-masing
sebanyak 8 kali.
- Al-shaif (musim panas) dan al-syita (musim dingin)
masing-masing sebanyak 1 kali.
3. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan
sinonimnya/makna yang dikandungnya, seperti :
- Al-harts dan al-zira’ah (membajak/ bertani)
masing-masing sebanyak 14 kali.
- Al-ushb dan al-dhurur (membanggakan diri/angkuh)
masing-masing sebanyak27 kali.
- Al-aql dan al-nur (akal/cahaya) masing-masing sebanyak 49 kali.
- Al-jahr dan al-alaniyah (nyata) masing-masing sebanyak 16 kali.
- Al-Qur’an, al-wahyu dan al-islam masing-masing sebanyak 70
kali.
4. Keseimbangan antara jumlah
bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya,
seperti :
-
Al-infaq (infak) dengan al-ridha (kerelaan) masing-masing
sebanyak 73 kali.
-
Al-bukhl (kikir) dengan al-hasarah (penyesalan) masing-masing
sebanyak 12 kali.
- Al-kafirun
(orang-orang kafir) dengan al-nar/al-ahraq (neraka/pembakaran)
masing-masing sebanyak 154 kali.
- Al-zakat
(zakat/penyucian) dengan al-barakah (kebajikan yang banyak)
masing-masing sebanyak 32 kali.
-
Al-fahisyah (kekejian) dengan al-ghadab (murka) masing-masing
sebanyak 26 kali.
5.
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya,
seperti :
- Al-israf (pemborosan)
denan al-sur’ah (ketergesa-gesaan) masing-masing sebanyak 23 kali.
-
Al-mauidzah (nasihat) dengan al-lisan
(lidah) masing-masing sebanyak 25 kali.
-
Al-asra (tawanan) dengan al-harb (perang) masing-masing
sebanyak 6 kali.
- Al-salam (kedamaian) dan al-thayyibat
(kebajikan) masing-masing sebanyak 60 kali.
6.
Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut ditemukan juga
keseimbangan khusus , yaitu :
- Kata yaum (hari)
dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali sebanyak bilangan hari dalam
setahun. Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada bentuk plural
(ayyam) atau dua (yaumain) jumlah keseluruhannya hanya 30 kali sama
dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain kata yang berarti
bulan (syahr) hanya terdapat 12 kali sama dengan jumlah bulan dalam
setahun.
- Al-Qur’an
menjelaskan bahwa langit ada tujuh. Penjelasan ini diulangi sebanyak
tujuh kali pula yaitu dalam al-Baqarah : 29, al-Isra : 44,
al-Mu’minun : 86, Fushilat : 12, al-Thalaq : 12, al-Mulk : 3 dan
Nuh : 15. Selain itu penjelasannya tentang terciptanya langit dan
bumi dalam 6 hari dinyatakan pula dalam 7 ayat.
- Kata-kata yang
menunjuk kepada utusan Allah , baik rasul, nabi, basyir dan nazir
keseluruhannya berjumlah 518 kali seimbang dengan jumlah penyebutan
nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita tersebut yakni 518 kali.
Al-Qur’an diungkapkan dengan gaya bahasa dan uslub bermacam-macam
dengan pokok bahasan yang bermacam-macam pula yaitu bidang aqidah,
akhlaq dan pembentukan hukum Islam (syar’iyyah tasyri’iyyah),
yang satu sama lainnya tidak terdapat kontradiksi dan pertentangan.
Allah swt. telah memberi petunjuknya dalam Q.S. al-Nisa : 82 sebagai
berikut :
Artinya : Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an? Kalau
kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah tentulah mereka
mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.
Berdasarkan ayat di atas, seandainya kita temukan ada ayat al-Qur’an
yang lahirnya kontradiktif antara satu ayat dengan ayat lainnya, maka
setelah diadakan pembahasan dan penelitian, tampaklah keserasian dan
keharmonisannya, tidak ada kontradiksi di dalamnya. Seandainya
al-Qur’an itu datang selain dari Allah, niscaya akan didapatkan
kontradiksi yang banyak di dalamnya.
7.
Persesuaian ayat-ayat al-Qur’an menurut teori-teori yang
telah diungkapkan oleh ilmu pengetahuan dan isyarat-isyarat
ilmiahnya.
Semua persoalan atau kaidah ilmu pengetahuan yang telah mantap dan
meyakinkan merupakan manipestasi dari pemikiran valid yang dianjurkan
al-Qur’an tidak ada kontradiksi sedikitpun dengannya. Ilmu
pengetahuan telah maju dan telah banyak melahirkan kemajuan yang
spektakuler yang tidak ada pertentangan dengan al-Qur’an. Ini
merupakan ijaz al-Qur’an.
Al-Qur’an menjadikan pemikiran lurus dan perhatian
tepat terhadap alam dan segala apa yang ada di dalamnya sebagai
sarana terbesar agar makin mantap dan kuat nilai keimanan kepada
Allah swt.
Al-Qur’an mendorong manusia agar memikirkan makhluk-makhluk Allah
yang ada di langit dan di bumi[9], memikirkan dirinya sendiri, bumi
yang ditempatinya dan alam yang mengitarinya[10], al-Qur’an
membangkitkan kesadaran ilmiah pada setiap diri manusia untuk
memikirkan, memahami dan menggunakan akal[11], Allah mengumpulkan
ilmu falak, botani, geologi dan zoologi sebagai pendorong rasa takut
kepada Allah.
Demikianlah ijaz al-Qur’an secara ilmiah terletak pada dorongannya
kepada umat manusia untuk berfikir disamping membukakan kepada mereka
pintu-pintu pengetahuan dan mengajak masuk ke dalamnya dan menerima
segala ilmu pengetahuan yang baru yang mantap dan stabil.
Disamping hal-hal di atas, di dalam al-Qur’an terdapat
isyarat-isyarat ilmiah yang diungkapkan dalam kontek hidayah,
misalnya :
1. Perkawinan
tumbuh-tumbuhan itu ada yang zati yaitu tumbuh-tumbuhan yang
bunganya mengandung organ jantan dan betina (putik dan benang sari)
dan ada yang khalti yaitu tumbuh-tumbuhan yang organ jantannya
terpisah dari organ betina seperti pohon kurma, sehingga
perkawinannya melalui pemindahan dan sarana pemindahannya adalah
angin. Penjelasan ini terdapat dalam al-Qur’an Surat al-Hijr : 22 :
Artinya : Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan
(tumbuh-tumbuhan).
2. Oksigen sangat
penting bagi pernafasan manusia dan oksigen tiu berkurang pada
lapisan-lapisan udara yang tinggi. Semakin tinggi manusia berada di
lapisan udara, maka ia akan merasakan sesak dada dan sulit bernafas.
Firman Allah dalam al-Qur’an urat al-An’am : 125 :
Artinya : Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya,
niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seakan-akan ia
sedang mendaki ke langit
3. Langit dan bumi
dulunya berasal dari satu gumpalan (kesatuan kosmos) kemudian terjadi
ledakan dahsyat (big bang) yang membuatnya terpecah-pecah menjadi
beberapa planet dan kehidupan membutuhkan air. Firman Allah dalam
al-Qur’an Surat al-Anbiya : 30?
Artinya : Tidakkah orang-orang kafir melihat bahwa langit dan bumi
itu dulunya merupakan satu yang padu kemudian kami pisahkan keduanya
dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup itu dari air, maka
mengapakah mereka tidak beriman.
Demikian pula diisyaratkan bahwa cahaya matahari bersumber dari
dirinya, sedangkan cahaya bulan adalah pantulan (dari cahaya
matahari)[13]. Jenis kelamin anak adalah hasil sperma pria sedangkan
wanita sekedar mengandung karena mereka hanya bagaikan ladang dan
banyak lagi isyarat-isyarat ilmiah yang disebutkan al-Quran yang
tidak penulis paparkan dalam makalah singkat ini.
Isyarat-isyarat ilmiah dan yang serupa dengannya yang terdapat dalam
al-Qur’an itu datang dalam kontek petunjuk Ilahi (hidayah ilahiyah)
dan akal manusia boleh mengkaji dan memikirkannya.
3.
Pemberitaan-pemberitaan ghaib yakni memberitahukan hal-hal kejadian
yang tidak diketahui kecuali oleh Allah swt. Yang Maha Mengetahui
hal-hal yang ghaib.
Al-Qur’an telah memberitakan mengenai terjadinya kejadian-kejadian
pada masa yang akan datang yang tidak diketahui yang tak seorangpun
mengetahui hal itu, seperti Firman Allah dalam al-Qur’an surat
al-Rum : 1-4 :
Artinya : Alif lam mim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi di negeri
terdekat dan mereka sudah dikalahkan akan menang dalam beberapa tahun
lagi.
Al-Qur’an telah menceriterakan bangsa-bangsa terdahulu yang tidak
meninggalkan bekas ataupun tanda (prasasti) yang mengandung
beritanya. Hal ini adalah bukti bahwa al-Qur’an di sisi Allah yang
tidak tersembunyi untuk masa sekarang, masa lampau dan masa yang akan
datang. Allah swt. memberi petunjuk dalam Q.S. Hud : 49 :
Artinya : Itu adalah diantara berita-berita penting tentang yang
ghaib yang kami wahyukan kepadamu (Muhammad), kamu tidak pernah
mengetahuinya dan tidak ( pula) kaummu sebelum ini.
Dalam hal ini seperti kisah Fir’aun yang mengejar-ngejar Nabi
Musa as. dan kaumnya dan tenggelam di laut merah, tetapi badan
Fir’aun diselamatkan sebagaimana diberitakan dalam Q.S. Yunus : 92
Artinya : Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu agar kamu
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu.
Tidak seorangpun mengetahui hal tersebut, karena hal itu
terjadi sekitar 1200 tahun sebelum masehi. Pada awal abad ke 19
tepatnya pada tahun 1896, ahli purbakala Loret menemukan di lembah
raja-raja Luxor Mesir, satu mumi yang dari data-data sejarah terbukti
bahwa ia adalah Fir’aun yang bernama Maniptah yang pernah mengejar
Nabi Musa as. Selain itu pada tanggal 8 Juli 1908 Elliot Smith
mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut
mumi Fir’aun tersebut. Apa yang ditemukan adalah jasad utuh seperti
yang diberitakan al-Qur’an. Setiap orang yang berkunjung ke Museum
Kairo akan dapat melihat jasad Fir’aun tersebut[16].
4. Kefashahan lafaz
al-Qur’an, Kebalaghahan bahasanya dan Kekuatan Pengaruhnya.
Di dalam al-Qur’an tidak terdapat lafaz yang tidak enak untuk
didengar (tidak memenuhi sasaran) atau tanafur (kekacauan susunan).
Ungkapan gaya bahasanya yang relevan dengan situasi dan kondiisi
telah mencapai ukuran balaghah (sastra) yang tertinggi. Hal ini akan
lebih jelas dan terasa bagi orang yang memiliki dzauq Arabi (daya
rasa bahasa Arab) dalam beberapa kata tasybih (kata-kata yang
relatif) di dalam al-Qur’an, beberapa kalam matsal (kalimat
ungkapan), beberapa hujjah (argumentasi), mujadalah (dialog-dialog)
dan dalam menetapkan pedoman-pedoman yang benar atau di dalam
menghinakan orang yang berbuat bathil dan dalam mengungkapkan
tiap-tiap makna (amanat) dan tujuan yang dimaksudkan.
Adapun kekuatan pengaruhnya terhadap jiwa sekaligus penguasaannya
secara maknawi (spiritual) terhadap jiwa dan hati, bisa dijiwai oleh
setiap orang yang meresapi, yang mempunyai ketajaman daya tangkap
mata hati.
Bagi kita cukup dengan bukti bahwa al-Qur’an tidak membosankan
pendengaran dan selalu up to date.
. Dr. Abd. Rozzaq Naufal, dalam kitab Al-I’jazu al-Adadi Lil
Qur’anil Karim menerangkan bahwa i’jazil Qur’an itu ada 4
macam, adalah sebagai berikut:
1) Al-I’jazul Balaghi yaitu kemukjizatan segi sastra balaghahnya,
yang muncul ada pada masa peningkatan mutu sastra Arab.
2) Al-I’jazut Tasyri’i yaitu kemukjizatan segi pensyariatan
hukum-hukum ajarannya yang muncul pada masa penetapan hukum-hukum
syari’at Islam.
3) Al-I’jazul Ilmu yaitu kemukjizatan segi ilmu pengetahuan, yang
muncul pada masa kebangkitan ilmu dan sains di kalangan umat Islam.
4) Al-I’jazul Adadi, yaitu kemukjizatan segi quantity / matematis,
statistik yang muncul pada abad ilmu pengetahuan dan teknologi
sekarang.
- PERBEDAAN MUKJIZAT QURAN DENGAN NABi-NABI SEBELUMNYA
Ada beberapa perbedaan besar antara mukjizat Al-Quran dengan mukjizat para Nabi-nabi sebelumnya, antara lain :
a) Mukjizat Nabi sebelumnya bersifat fisik (hissiyah), maka habis sesuai dengan berlalunya zaman. Generasi setelahnya tidak lagi bisa menyaksikan mukjizat tersebut. Sementara Al-Quran adalah mukjizat yang terjaga, abadi dan berkelanjutan. Karenanya hingga hari ini masih banyak temuan-temuan tentang mukjizat Al-Quran.
b) Mukjizat Nabi-nabi sebelumnya terfokus pada 'penakjuban pandangan', sementara mukjizat Al-Quran mengarah pada 'pembukaan hati dan penundukan akal', karena itu daya pengaruhnya lama dan bertahan. Sementara mukjizat 'pandangan' kadang begitu mudah terlupakan.
c) Mukjizat Nabi sebelumnya di luar konteks isi risalah mereka dan tidak bersesuain, karena fungsinya utamanya hanya untuk menguatkan kenabian atau membuktikan bahwa mereka adalah utusan Allah SWT. Contoh : menghidupkan orang mati, tongkat menjadi ular, tidak ada hubungan langsung dengan isi kitab Taurat dan Injil. Sementara Al-Quran benar-benar mukjizat yang bersesuaian dan menguatkan isi risalah kenabian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar