- Latar belakangManusia diciptakan sebagai khalifah dimuka bumi ini sebagai pemelihara kelangsungan mahluk hidup dan dunia seisinya. Dalam rangka itulah Allah membuat sebuah undang-undang yang nantinya manusia bisa menjalankan tugasnya dengan baik, manakala ia bisa mematuhi perundang-undangan yang telah dituangkan-Nya dalam kitab suci Al-Qur’an.
Pada kitab suci orang muslim inilah, telah tertampung semua aspek kehidupan, hanya saja, berwujud teks dengan bahasa sastra tinggi, sehingga dibutuhkan penjelas sekaligus penyempurna akan eksistensinya. Maka, Allah mengutus seorang nabi untuk menyampaikannya, sekaligus menyampaikan risalah yang beliau bawa. Dari sang Nabi inilah yang selanjutnya lahir yang namanya hadits, yang mana kedudukan dan fungsinya amat sangatlah penting sekali.
Secara bahasa, hadits dapat berarti baru, dekat dan khabar (cerita). Sedangkan dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti segala perkataan, perbuatan dan keizinan Nabi Muhammad SAW (aqwal, af’al wa taqrir). Akan tetapi para ulama Ushul Fiqh, membatasi pengertian hadits hanya pada ”ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum”, sedangkan bila mencakup, pula perbuatan dan taqrir yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai dengan ”Sunnah”.
Beranjak dari pengertian-pengertian di atas, menarik dibicarakan tentang kedudukan Hadits dalam Islam. Seperti yang kita ketahui, bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum primer/utama dalam Islam. Di sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai tabyin atau penjelas dari Al-Qur’an atau bahkan menjadi sumber hukum sekunder/kedua_setelah Al-Qur’an.
B.
Pengertian
Hadits
Pengertian Hadits
dapat diartikan menurut dua cara yakni menurut bahasa dan menurut
terminoligi. Hadits menurut bahasa terdiri dari beberapa arti, yaitu
:
1.
Jadid yang berarti baru.
2. Qarid yang
artinya dekat, dan
3. Khabar yang
artinya berita
Sedangkan pengertian
hadits secara terminologis adalah :
“Segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya”.
Seperti disebutkan
di atas, bahwa definisi ini memuat empat elemen, yaitu perkataan,
perbuatan, pernyataan, dan sifat-sifat lain. Secara lebih jelas dari
ke empat elemen tersebut dapat penulis uraikan sebagai berikut :
1.
Perkataan
Yang dimaksud dengan
perkataan adalah segala perkataan yang pernah diucapkan oleh Nabi
Muhammad SAW dalam berbagai bidang, seperti bidang syariah, akhlaq,
aqidah, pendidikan dan sebagainya.
2.
Perbuatan
Perbuatan adalah
penjelasan-penjelasan praktis Nabi Muhammad SAW terhadap
peraturan-peraturan syara’ yang belum jelas teknis pelaksanaannya.
Seperti halnya jumlah rakaat, cara mengerjakan haji, cara berzakar
dan lain-lain. Perbuatan nabi yang merupakan penjelas tersbut
haruslah diikuti dan dipertegas dengan sebuah sabdanya.
3.
Taqrir
Taqrir adalah
keadaan beliau yang mendiamkan atau tidak mengadakan sanggahan dan
reaksi terhadap tindakan atau perilaku para sahabatnya serta
menyetujui apa yang dilakukan oleh para sahabatnya itu.
4.
Sifat, Keadaan dan Himmah Rasululloh
Sifat-sifat, dan
keadaan himmah Nabi Muhammad SAW adalah merupakan komponen Hadits
yang meliputi :
- Sifat-sifat Nabi
yang digambarkan dan dituliskan oleh para sahabatnya dan dan para
ahli sejarah baik mengenai sifat jasmani ataupun moralnya
- Silsilah (nasab),
nama-nama dan tahun kelahirannya yang ditetapkan oleh para sejarawan
- Himmah (keinginan)
Nabi untuk melaksanakan suatu hal, seperti keinginan beliau untuk
berpuasa setiap tanggal 9 Muharram.
- Kedudukan Hadits Dalam Hukum Islam
Seluruh
umat Islam, telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu
sumber ajaran Islam. Ia mempati kedudukan kedua setelah Al-Qur`an.
Keharusan mengikuti hadits bagi umat Islam baik yang berupa perintah
maupun larangannya, sama halnya dengan kewajiban mengikuti Al-Qur`an.
Hal ini
karena, hadis merupakan mubayyin
bagi Al-Qur`an, yang karenanya siapapun yang tidak bisa
memahami Al-Qur`an tanpa dengan memahami dan menguasai hadis. Begitu
pula halnya menggunakan Hadist tanpa Al-Qur`an. Karena Al-qur`an
merupakan dasar hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar
syari`at. Dengan demikian, antara Hadits dengan Al-Qur`an memiliki
kaitan erat, yang untuk mengimami dan mengamalkannya tidak bisa
terpisahkan atau berjalan dengan sendiri.
Al-Qur’an itu menjadi sumber hukum yang pertama dan Al-Hadits
menjadi asas perundang-undangan setelah Al-Qur’an. Tidak lepas dari
salah satu dari tiga fungsi:
Berfungsi
menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh
Al-Qur’an. Maka dalam hal ini keduanya bersama-sama menjadi sumber
hukum. Misalnya Allah didalam Al-Qur’an mengharamkan bersaksi palsu
dalam firman-Nya Q.S Al-Hajj ayat 30 yang
artinya “Dan jauhilah
perkataan dusta.” Kemudian Nabi dengan Haditsnya menguatkan:
“Perhatikan! Aku akan memberitahukan kepadamu sekalian
sebesar-besarnya dosa besar!” Sahut kami: “Baiklah, hai
Rasulullah. “Beliau meneruskan, sabdanya:” Musyrik kepada Allah,
Menyakiti kedua orang tua.” Saat itu Rasulullah sedang bersandar,
tiba-tiba duduk seraya bersabda lagi: ”Awas! Berkata (bersaksi)
palsu dan seterusnya (Riwayat Bukhari - Muslim).
Memberikan
perincian dan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang masih Mujmal,
memberikan Taqyid (persyaratan) ayat-ayat Al-Qur’an yang masih
umum. Misalnya: perintah mengerjakan sholat, membayar zakat dan
menunaikan ibadah haji di dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan jumlah
raka’at dan bagaimana cara-cara melaksanakan sholat, tidak
diperincikan nisab-nisab zakat dan jika tidak dipaparkan cara-cara
melakukan ibadah haji. Tetapi semuanya itu telah ditafshil
(diterangkan secara terperinci dan ditafsirkan sejelas-jelasnya oleh
Al-Hadits). Nash-nash Al-Qur’an mengharamkan bangkai dan darah
secara mutlak, dalam surat Al-Maidah Ayat 3 “Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah, daging babi. Dan seterusnya. “Kemudian
As-sunnah mentaqyidkan kemutlakannya dan mentakhsiskan keharamannya,
beserta menjelaskan macam-macam bangkai dan darah, dengan sabdanya:
“Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai, dan dua macam darah.
Adapun dua macam bangkai itu ialah bangkai ikan air dan bangkai
belalang, sedang dua macam darah itu ialah hati dan limpa Menetapkan
hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati di dalam Al-Qur’an. Di
dalam hal ini hukum-hukum atau aturan-aturan itu hanya berasaskan
Al-Hadits semata-mata. Misalnya larangan berpoligami bagi seseorang
terhadap seorang wanita dengan bibinya, seperti disabdakan: “Tidak
boleh seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita dengan“ ammah
(saudari bapak)-nya dan seorang wanita dengan khalal (saudari
ibu)-nya.” (H.R. Bukhari - Muslim).
D.
Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an
merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Allah
SWT. Kitab Al-Qur’an adalah sebagai
penyempurna dari kita-kitab Alloh yang pernah diturunkan sebelumnya.
Al-Qur’an dan
Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan merupakan rujukan umat
Islam dalam memahami syariat.
Fungsi Hadits
terhadap Al-Qur’an meliputi tiga fungsi pokok, yaitu :
1. Menguatkan dan
menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
2.
Menguraikan dan merincikan yang global
/ mujmal
( ayat yang ringkas atau singkat dan
mengandung banyak makna yang perlu dijelaskan), mengkaitkan yang
mutlak dan mentakhsiskan yang umum(‘am), Tafsil, Takyid, dan
Takhsis berfungsi menjelaskan apa yang dikehendaki Al-Qur’an.
Rasululloh mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an sebagaimana firman
Alloh SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44:
واًنزلنا إليك الذكر لتبين مانزل إليهم ولعلهم يتفكرون
“Dan
Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan”(QS. An-Nahl : 44)
3.
Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak
disebutkan dalam Al-Qur’an. Hukum yang terjadi adalah merupakan
produk Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan oleh Al-Qur’an.
Contohnya seperti larangan memadu perempuan dengan bibinya dari pihak
ibu, haram memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin
emas dan kain sutra bagi laki-laki.
Namun
menunjukkan bahwa masalah-masalah yang terdapat dalam al-qur`an dan
juga di dalam hadist atau sunnah itu sangat penting untuk di imani,
di jalankan dan di jadikan pedoman dasar oleh setiap
muslim.
Diantara
maslah-masalh yang terjadi dalam al-qur`an di kemukakan pula dalam
sunnah yaitu : Kewajiban beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Di
antaranya terdapat dalam surat al-a`raf ayat 158 yang berbunyi :
فَآمِنُوا بِاللَّهِ
وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأمِّيِّ
الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ
وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Artinya :
``maka
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang umi yang
beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya)
dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.
Dalam
hubungan dengan Al-Qur’an, maka As-Sunnah berfungsi sebagai
penafsir, pensyarah,
dan penjelas daripada
ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi As-Sunnah
dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :
1.
Bayan Tafsir,
yaitu menerangkan
ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits :
“Shallu kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana
kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran daripada ayat
Al-Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush-shalah” (Kerjakan
shalat). Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum”
(Ambillah dariku perbuatan hajiku) adalah tafsir dari ayat Al-Qur’an
“Waatimmulhajja” ( Dan sempurnakanlah hajimu ).
2.
Bayan Taqrir,
yaitu As-Sunnah
berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an.
Seperti hadits yang berbunyi: “Shoumu liru’yatihiwafthiru
liru’yatihi” (Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah
karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat
Al-Baqarah : 185.
3.
Bayan Taudhih,
yaitu
menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti
pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan
zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah
dizakati”, adalah taudhih (penjelasan)
terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah: 34, yang artinya
sebagai berikut : “Dan orang-orang yang
menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah
maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”.
4.
Bayan at-Tasyri`
Kata
at-tasyri` ,artinya
pembuatan, mewujudkan,atau menetapkan aturan atau hukum. Maka yangd
di maksud dengan bayan at-tasyri`
di sini ialah penjelasan hadis yang berupa mewujudkan, mengadakan
atau menetapkan suatu hukum atau aturan-aturan syara` yang di dapati
nashnya dalam Al-qur`an.
5.
Bayan an-Nasakh
Kata
an-nasakh secara
bahasa, bermacam-macam arti. Bisa berarti al-ibthal
(membatalkan), atau al-ijalah (menghilangkan),
atau at-tahwil
(memindahkan), atau at-tagyir (mengubah).
Dari pengertian di
atas, bahwa ketentuan yang dating kemudian dapat menghapus ketentuan
yang dating terdahulu. Hadis sebagai ketentuan yang dating kemudian
dari pada al-Qur`an dalam hal ini dapat menghapus ketentuan atau isi
kandungan Al-qur`an.
Pada waktu ayat ini
turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan
perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab
dengan hadits tersebut.
KESIMPULAN
Dari berbagai uraian
yang telah disampaikan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Hadits merupakan
berbagai hal yang telah diucapkan dan dicontohkan oleh Rosululloh
yang harus dajadikan pedoman dan contoh bagi umat Islam
2. Fungsi Hadits
terhadap Al-Qur’an adalah sebagai penguat dan memperjelas apa-apa
yang ada di dalam Al-Qur’an yang masih bersifat global (mu’mal).
3. Hadits dan
Al-Qur’an adalah merupakan sumber hukum dalam kehidupan manusia
untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.